Betapa bahagia rasanya saat akad nikah terucap, saat semarak walimatul
‘urs menggema, saat tali pernikahan terikat. Saat itu telah halal cinta
dua orang insan, saling mengisi dan saling melengkapi setiap harinya.
Saat itu pula masing-masing pasangan akan memiliki tugas dan kewajiban
baru dalam kehidupan mereka.
Sang suami memiliki hak yang harus ditunaikan istrinya, dan sang
istripun mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh suaminya. Alangkah
bahagianya jika masing-masing secara seimbang senantiasa berupaya
menunaikan kewajibannya.
Begitu indah rasanya jika seorang istri
mematuhi suaminya, kemudian ia senantiasa menjadi penyejuk mata bagi
suaminya, menjaga lisan dari menyebarkan rahasia suaminya, lalu menjaga
harta dan anak-anak suami ketika ia pergi?
Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada perkara yang lebih
bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah daripada istri
yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia menaatinya, bila memandangnya
membuat hati senang, bila bersumpah (agar istrinya melakukan sesuatu),
maka ia melakukannya dengan baik, dan bila ia pergi maka ia dengan tulus
menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah).
Kehidupan rumah
tangga pun akan berjalan penuh dengan kemesraan dan kebahagiaan. Yang
satu menjadi tempat berbagi bagi yang lain, saling menasehati dalam
ketakwaan, dan saling menetapi dalam kesabaran.
Tulisan tentang
kewajiban istri dalam mematuhi perintah suami telah banyak dibahas. Kali
ini penulis akan mencoba mengetengahkan hal-hal apa saja yang tidak
boleh dipatuhi oleh seorang istri di saat suaminya memerintah. Yang
dimaksud mematuhi perintah adalah mematuhi dalam hal yang mubah dan
disyari’atkan.
Jika dalam perkara yang disyari’atkan, tentu hal
ini tidak perlu dipertanyakan lagi hukumnya, karena perkara yang
demikian adalah hal-hal yang Allah perintahkan kepada para hamba-Nya,
seperti kewajiban sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, memakai jilbab,
dan lain-lain. Maka untuk hal ini, seorang hamba tidak boleh
meninggalkannya karena meninggalkan perintah Allah Ta’ala adalah sebuah
dosa.
Sedangkan dalam perkara yang mubah, jika suami
memerintahkan kita untuk melakukannya maka kita harus melaksanakannya
sebagai bentuk ketaatan kepada suami. Contohnya suami menyuruh sang
istri rajin membersihkan rumah, berusaha mengatur keuangan keluarga
dengan baik, selalu bangun tidur awal waktu, membantu pekerjaan suami,
dan hal-hal lain yang diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Jika
suami menyuruh kepada istri untuk melakukan kemaksiatan dan menerjang
aturan-aturan Allah, untuk yang satu ini tidak boleh mematuhinya
meskipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Kalau
sekiranya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang
lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada
suaminya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tidak boleh tunduk pada
suami yang memerintah kepada kemaksiatan meskipun hati kita begitu cinta
dan sayangnya kepada suami. Jika kewajiban patuh pada suami sangatlah
besar, maka apalagi kewajiban mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi.
Allahlah yang menciptakan pasangan suami isteri, kemudian mengikat tali
cinta diantara keduanya.
Bukan marah-marah dan bersikap keras
kepada suami jika ia memerintahkan suatu kemaksiatan kepada, tetapi
cobalah untuk menasehatinya dan berbicara dengan lemah lembut, sehingga
ia menyadari kesalahannya dan perlu dinasehati. Selain itu, perkataan
yang baik adalah sedekah.
Berikut ini beberapa contoh perintah
suami yang tidak boleh ditaati karena bertentangan dengan perintah
Allah: 1. Menyuruh Kepada Kesyirikan Tidak layak bagi kita untuk menaati
suami yang memerintah untuk melakukan kesyirikan seperti menyuruh istri
pergi ke dukun, menyuruh mengalungkan jimat pada anaknya, ngalap berkah
di kuburan, bermain zodiak, dan lain-lain.
Ketahuilah, syirik
adalah dosa yang paling besar. Syirik merupakan kezholiman yang paling
besar (lihat QS Luqman: 13). Bagaimana bisa seorang hamba menyekutukan
Allah sedang Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi berbagai
nikmat kepadanya? Sungguh merupakan sebuah penghianatan yang sangat
besar!
2. Menyuruh Melakukan Kebid’ahan Nujuh bulan (mitoni –
bahasa jawa) adalah acara yang banyak dilakukan oleh masyarakat ketika
calon ibu genap tujuh bulan mengandung si bayi. Ini adalah salah satu
dari sekian banyak amalan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Banyak masyarakat mengira bahwa
ini sebagai ibadah sehingga mereka bersemangat mengerjakannya.
Ketahuilah, jika seseorang melakukan suatu amalan yang ditujukan untuk
ibadah padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menyontohkannya, maka amalan ini adalah amalan yang akan mendatangkan
dosa jika dikerjakan. Ketika sang suami menyuruh istrinya melakukan
amalan semacam ini, maka istri harus menolak dengan halus serta
menasehati suami.
3. Memerintah untuk melepas penutup aurat
(Jilbab). Ketika suami memerintahkan istri untuk melepas jilbabnya, maka
hal ini tidak boleh dipatuhi dengan alasan apapun. Misalnya sang suami
menyuruh istri untuk melepaskan jilbabnya agar mendapatkan pekerjaan
dengan gaji yang lumayan, hal ini tentu tidak boleh dipatuhi.
Bekerja
diperbolehkan bagi muslimah (jika dibutuhkan) dengan syarat lingkungan
kerja yang aman dari ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) dan
kemaksiatan, tidak khawatir timbulnya fitnah, serta tidak melalaikan
dari kewajibannya sebagai istri yaitu melayani suami dan mendidik
anak-anak. Namun begitu, tetap berada di rumah adalah lebih utama bagi
wanita (Lihat QS Al-Ahzab: 33).
Allah telah memerintahkan
muslimah berjilbab sebagaimana dalam QS Al-Ahzab: 59. Perintah Allah
tidaklah pantas untuk dilanggar, karena tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
4. Mendatangi
Istri Ketika Haidh atau dari Dubur, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “…dan persetubuhan salah seorang kalian (dengan
istrinya) adalah sedekah.” (HR. Muslim) Begitu luasnya rahmat Allah
hingga menjadikan hubungan suami istri sebagai sebuah sedekah.
Berhubungan
suami istri boleh dilakukan dengan cara dan bentuk apapun. Walaupun
begitu, Islam pun memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi, yaitu suami
tidak boleh mendatangi istrinya dari arah dubur, sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “(Boleh) dari arah depan atau
arah belakang, asalkan di farji (kemaluan).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka
ketika suami mengajak istri bersetubuh lewat dubur, hendaknya sang
istri menolak dan menasehatinya dengan cara yang hikmah, begitupun
ketika istri sedang haid. Maka perintah mengajak kepada persetubuhan ini
pun harus dilanggar.
Senada dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menjima’ istrinya yang sedang dalam
keadaan haid atau menjima’ duburnya, maka sesungguhnya ia telah kufur
kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi
dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu).
Ditutup dengan
kesimpulan, bahwa wajib bagi seorang istri untuk mematuhi apa yang
diperintahkan suaminya dalam perkara yang mubah apalagi yang
disyari’atkan Allah, namun tidak boleh patuh jika suami memerintahkan
kemaksiatan dan yang dilarang oleh Rabb Semesta Alam.
Lalu,
perkara apa sajakah yang termasuk dalam larangan Allah? untuk itu,
setiap hamba wajib mencari tahu tentang syari’at Islam karena dengan itu
akan tercapai ketakwaan kepada Allah, melakukan yang Allah perintahkan
dan meninggalkan apa yang Allah larang.
Kemudian, pelajarilah
agama Allah dengan menghadiri majelis-majelis yang mengajarkan ilmu
syar’i atau dengan menelaah buku dan tulisan para ‘ulama. Tidaklah
mungkin seseorang akan mengenal agamanya tanpa berusaha mencari tahu.
Ilmu apapun tak akan pernah sampai jika sehari-hari hanya
bermalas-malasan di rumah, sibuk berdandan di depan cermin, atau hanya
bergosip ria sepanjang waktu.
Sungguh yang seperti itu bukanlah
ciri seorang muslimah yang sejati. Bersegeralah melakukan kebaikan,
karena Allah pasti akan membalas setiap kebaikan dengan kebaikan, dan
membalas keburukan dengan keburukan walaupun hanya sebesar biji sawi.
Setiap anak Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang
melakukan kesalahan adalah orang yang senantiasa berusaha untuk
memperbaiki dirinya.Wallahu ta’ala a’lam.
Selasa, 24 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar